Lorde - Melodrama
Saat “Pure Heroine” dirilis di tahun 2013, sulit untuk
membayangkan jika album dengan kualitas semapan tersebut merupakan buah karya
seorang penyanyi yang belum lagi memasuki usia 16 tahun. Namun Lorde
membuktikan jika usia hanyalah angka dengan menyajikan nomor-nomor pop yang
ikonik, segar dan menentang arus.
Beberapa
tahun kemudian, penyanyi bernama asli Ella Marija Lani Yelich-O’Connor ini
sudah memasuki usia 20 tahun. Dan mungkin Lorde memutuskan untuk berkepala dua
dulu baru kemudian merilis album keduanya, “Melodrama”. Dan penantian selama
empat tahun itu pun terbayar lunas.
Harus
mendapat perhatian jika waktu empat tahun bisa dikatakan relatif panjang. Ada
banyak yang terjadi di kehidupan Lorde di antara 2013 hingga 2017 ini. Semakin
mematangkan musikalitas mungkin salah satu-satunya, agar pujian David Bowie
yang menyebutkan dirinya sebagai “masa depan musik” bisa tetap terealisasi.
Apapun itu, “Melodrama” membuktikan jika Lorde bukan one hit wonder atau artis
pop karbitan yang memerlukan repetisi agar bisa tetap eksis.
Di
bantu Jack Antonoff (yang juga baru saja meluncurkan album baru untuk
Bleachers, “Gone Now”), yang bersama Lorde bertugas sebagai produser eksekutif,
musikalitas Lorde terasah dengan semakin matang. Dalam “Melodrama” pop-electronic
masih menjadi acuan. Hanya saja trip-hop atmosferik agak dipinggirkan guna
memberi ruang pada new wave dan synth-pop untuk bisa bergerak lebih leluasa.
Dalam
“Melodrama” Lorde masih menyajikan track-track pop dalam balutan notasi yang
gampang dicerna, meski tak gampangan juga. Masih seperti “Pure Heroine”. Hanya
saja “Melodrama” bisa dikatakan jauh lebih dewasa ketimbang debut Lorde tadi.
Baik dalam pemilihan melodi hingga lirik atau aspek tematis. Tentu saja sangat
wajar, mengingat Lorde yang sekarang berbeda ketimbang Lorde empat tahun lalu.
Lorde
menggambarkan “Melodrama” sebagai album yang membicarakan tentang patah hati,
kesendirian dan kesepian. Terdengar murung sekali, bukan. Tapi percayalah,
terlepas beberapa track yang terdengar moody, bahkan gelap, “Melodrama” masih
menyisakan ruang untuk sesuatu yang up-beat.
Perwakilan
sempurna dari “Melodrama” mungkin adalah track panjang ‘Hard
Feelings/Loveless’. Dimula sebagai balada mengawang tentang putus cinta, yang
kemudian disusul dengan tempo yang lebih upbeat dalam bagian keduanya, meski
sebenarnya justru tentang obsesi sang mantan yang cukup “berbahaya” (agak
mengingatkan ‘Team’).
Track
pembuka, ‘Green Light’ mengganjar dengan up-beat yang seolah memerintahkan
pendengarnya untuk bersiap-siap, karena turbulensi emosi sudah akan menerpa.
Dan Lorde memang menghadirkan “Melodrama” dengan dinamika yang terjaga.
Menyimak ‘Homemade Dynamite’ yang eksplosif, setelah terhanyut dalam ‘Sober’,
terdengar sangat wajar dan tidak dibuat-buat. Karena, meski memiliki corak yang
berbeda, namun ritme kedua lagu senada, sehingga transisi di antara keduanya
berjalan dengan mulus.
Transisi
mulus adalah kunci dari “Melodrama”. Mulai dari electro-pop edgy seperti ‘The
Louvre’ yang disambung dengan balada ‘Liability’, atau balada ‘Supercut’ yang
disusul dengan synth-pop-dance ‘Supercut’. Berjalan dengan sangat organis,
sehingga perpindahan antar-track menjadi tidak terasa. “Melodrama” pada
akhirnya terdengar seperti sebuah lagu yang sangat panjang, meski sama sekali tak
melelahkan untuk disimak.
“Melodrama”
digambarkan Lorde sebagai sebuah album berkonsep; sebuah pesta yang tak
terkontrol dan di mana keseluruhan “kisah” yang terdapat dalam setiap track
terjadi di pesta tersebut. Dan sebagaimana pesta, ada keriaan, ada kemabukan,
dan kadang penyesalan sesudahnya. Melalui konsep ini Lorde dengan cerdas
menggambarkan kronika tentang hubungan bahkan eksistensialisme.
Melalui
laju “Melodrama”, kita seolah sedang memasuki kisah dalam sebuah film, yang
memiliki latar, konflik dan kemudian resolusi. Sinematis? Bisa jadi. Namun
kekuatan utama “Melodrama” adalah ketajaman Lorde dalam membingkai objeknya.
Dihadirkan dalam motif pop tebal tanpa harus kehilangan estetika bermusik yang
memiliki kedalaman dan esensi. Bukan hanya sekedar hura-hura, tapi juga
huru-hara.
Mungkin
dengan “Melodrama” Lorde tidak akan mendapat apresiasi semeriah “Pure
Heroines”. Hanya saja, dengan eskalasi artistik yang meningkat dengan
signifikan, seharusnya antusiasme harus tetap diberikan pada “Melodrama”.
Karena di dalamnya kita bisa mendengarkan barisan lagu pop terbaik tahun ini,
selain menjadi catatan jika skena musik pop masih memiliki berlian setajam dan
sebrilian Lorde.
TRACKLIST
1. “Green Light” 3:54
2. “Sober” 3:17
3. “Homemade Dynamite” 3:09
4. “The Louvre” 4:31
5. “Liability” 2:52
6. “Hard Feelings/Loveless” 6:07
7. “Sober II (Melodrama)” 2:58
8. “Writer in the Dark” 3:36
9. “Supercut” 4:37
10. “Liability (Reprise)” 2:16
11. “Perfect Places” 3:41
Comments
Post a Comment